Blog

  • Sekilas tentang Tafsir al-Thabari

    Sekilas tentang Tafsir al-Thabari

    oleh: Moch Dimas Maulana Nama aslinya adalah Abu Ja’far, Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Thabary dikenal dengan Ibnu Jarir al-Thabary. Seorang ulama’ besar yang memiliki banyak karya yang masyhur, diantaranya tafsir Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an. Beliau dilahirkan di kota Amul, Tabaristan, Iran pada tahun 224 H atau 839 masehi dan mulai melakukan perjalanan menuntut ilmu ke luar daerahnya pada umur 12 tahun. Belajar di berbagai daerah di luar Iran namun pada akhirnya menetap di Baghdad hingga wafatnya pada tahun 310 H. Beliau salah satu ulama’ yang paling masyhur pada zamannya. Pendapat-pendapatnya menjadi rujukan, beliau juga seorang hafizh Qur’an bahkan sangat faham dengan makna-makna yang dikandungnya. Sunnah nabi beliau kuasai, baik yang shahih maupun tidak. Dan yang menjadi kelebihannya, beliau paham betul dengan pendapat-pendapat sahabat, tabi’in dan generasi selanjutnya. Menurut Abu al-Abbas “Muhammad Ibnu Jarir itu adalah seorang yang faqih”. Selain kitab tafsir Jami’ al Bayan, beberapa karya beliau yang tak kalah masyhurnya ialah: Tarikh al-Umam wa al-Muluk yang menjadi rujukan utama kitab sejarah raja-raja Arab, kitab al-Qiraat, al-Adad wa al-Tanzil, kitab Ikhtilaf al-Ulama’, Tarikh al-Rijal min al-Sahabat wa al-Tabiin, kitab Ahkam Syara’ii al-Islam dan masih banyak lagi yang lainnya yang menunjukkan keluasan ilmunya. Namun kitab-kitab tersebut tidak terlalu masyhur atau tidak sampai ke kita kecuali kitab Tafsir dan Tarikhnya. Imam al-Suyuti dalam kitab Thabaqat al-Mufassirin  berkata “Beliau (Al-Thabari) awal mulanya seorang pengikut madzhab Syafi’i kemudian membentuk madzhab sendiri dengan pendapat-pendapatnya, dan beliau mempunyai banyak pengikut, dan dalam hal Ushul maupun Furu’ beliau memiliki banyak karya kitab. Konon, tafsir al-Thabary ini sempat hampir hilang dari peredaran namun dengan izin Allah naskah lengkapnya pada akhirnya ditemukan dalam penguasaan seorang mantan amir Najed yaitu amir Hamud bin amir Abdu al-Rasyid dan kemudian di salin untuk diterbitkan sehingga bisa sampai pada tangan kita sekarang. Adapun metode penafsiran yang digunakan dalam kitab ini ialah Tahlili, yaitu menafsirkan ayat demi ayat secara mendetil dari al-Fatihah hinggan an-Nas. Sedangkan dari cara penafsirannya, ia termasuk dalam kategori tafsir bi al-Ma’tsur, menafsirkan al-Qur’an dengan Qur’an, atau dengan hadist Rasul, atau keterangan-keterangan dari para sahabat dan juga tabi’in. Hal ini terlihat sekali di dalam kitab at-Thabari yang menghadirkan banyak riwayat dari hadis maupun atsar para sahabat dan tabi’in dalam menafsirkan sebuah ayat. Sebelum memulai penafsirannya, merupakan ciri khas imam at-Thabary berkata القول فى تفسير السورة كذاوكذا dan القول فى تأويل كذاوكذا kemudian dikuatkan dengan riwayat-riwayat yang disandarkan kepada para sahabat, Tabi’in. Apabila ada dua pendapat atau lebih mengenai suatu ayat, beliau akan menguraikannya satu per satu dan didukung dengn riwayat-riwayat yang berkenaan dengannya dari para Sahabat dan Tabi’in. At-Thabary sangat menentang keras para penafsir yang hanya menggunakan akalnya saja atau murni pemahaman bahasa tanpa berpegang pada riwayat para sahabat maupun tabi’in.

    Dalam menghadirkan riwayat-riwayat tersebut, beliau sering kali tidak mensahihkan maupun mendaifkan riwayat yang beliau kutip. Inilah yang menjadi kelemahan tafsir ini karena dengan itu beliau terlihat seperti melepas tangung jawab. Meskipun terkadang beliau juga memberikan kritik terhadap riwayat-riwayat yang dimunculkan dengan menjarah ta’dilkan para perawi dalam riwayat tersebut. Contoh ketika beliau menerangkan ayat ke 94 dari surah al-Kahfi قالُوا يا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِنَّ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجاً عَلى أَنْ تَجْعَلَ بَيْنَنا وَبَيْنَهُمْ سَدًّا(94

    Dalam menerangkan kata  سد (dinding penghalang), beliau menampilkan sebuah riwayat yang menerangkan bahwa kata ini bisa dibaca sudda dengan harokat dlommah pada س yang artinya terbatas pada buatan/ciptaan Allah dan sadda dengan harakat fathah yang artinya khusus pada buatan manusia. Setelah menampilkan riwayat ini beliau memberikan kritik bahwa dalam rangkaian perawi dalam riwayat ini ada seorang yang bernama Harun yang beliau anggap tidak tsiqah. Beliau memberikan otoritas yang tinggi terhadap hasil ijma’ ulama yang berkaitan dengan tafsir suatu ayat. Contoh pada tafsir surah al-Baqarah ayat 230 فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ Ayat ini menerangkan tentang bagaimana cara rujuknya seorang suami yang telah mentalak istrinya tiga kali. Secara tekstual syarat yang bisa membolehkan pasangan yang sudah talak tiga kali ialah istri harus menikah lagi dengan orang lain dan setelah talak barulah ia bisa menikah dengan suami yang pertama. Nah, perbedaan penafsiran muncul dalam memahami kata nikah di ayat ini. Apakah nikah disini hanyalah akad ataukah harus terjadi hubungan suami istri? Ada pendapat yang mengatakan kata nikah disini maknanya ialah akad nikah plus terjadi jima’. Artinya jika istri tadi melakukan akad nikah kemudian talak sebelum jima’ atau jima’ tanpa akad nikah (berzina) maka ia dianggap belum memenuhi syarat untuk bisa rujuk kepada suami pertama. Kalau ada yang berargumen “bagaimana bisa jima’ menjadi syarat sedangkan dalam teksnya ia tidak disebutkan?” maka jawabnya (menurut al-Thabary) karena begitulah Ijma’ mengatakan. Salah satu ciri khas lainnya dari tafsir ini ialah ketika beliau sampai pada perdebatan tafsir mengenai hal yang dalam pandangan beliau kurang bermanfaat ataupun tidak menjadi persoalan andai hal tersebut tidak diketahui, maka beliau akan cenderung mempersingkat penjelasannya. Contoh ketika pembahasan ayat ke 112 dari surah al-Maidah. Artinya (Ingatlah), ketika pengikut-pengikut Isa berkata: “Hai Isa putera Maryam, sanggupkah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?”. Isa menjawab: “Bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang yang beriman”. Ada perbedaan pendapat mengenai makanan/hidangan apakah yang dimaksud dalam ayat ini. Setelah beliau menyebutkan berbagai macam riwayat tentang hal ini, kemudian beliau berkomentar “yang pasti benar ialah bahwa hidangan tersebut bisa dimakan, bisa berupa ikan atau susu ataupun buah dari surga. Mengetahui hal ini tidaklah begitu bermanfaat dan tidak mengetahuinya pun tidak madlarot meskipun ayat setelahnya menjelaskan mengenai hal ini”. Di samping itu semua, beliau juga menyebutkan berbagai macam kisah israiliyat dan macam-macam Qira’at. Untuk penjelasan yang lebih lengkap, dapat dirujuk di kitab al-Tafsir wal Mufassirun karya Imam Husan al-Dzahabi juz pertama. Wallahu a’lam bis shawab (Penulis adalah santri, pembelajar tafsir dan tutor bahasa Inggris)

    [learn_press_profile]

  • Korp Dakwah Mahasiswa IIQ An Nur Yogyakarta Raih Juara III PTQ Yogya

    Korp Dakwah Mahasiswa IIQ An Nur Yogyakarta Raih Juara III PTQ Yogya

    Awal Ramadan yang bertepatan pada tanggal 17 Mei 2018 Korp Dakwah IIQ An Nur Yogyakarta kali ketiga mengirimkan delegasi dari divisi Daiyah. Pada kesempatan kali ini kegiatan yang diadakan oleh Radio Republik Indonesia (RRI) Yogyakarta di Auditorium RRI Jogja, Jl Gejayan Yogyakarta yang diikuti oleh 32 peserta dari berbagai kampus se DIY.

    Dalam kegiatan ini Korp Dakwah Mahasiswa (KORDA) IIQ An Nur mengirimkan tiga orang peserta pada lomba Dai/Daiyah dan Tahfidz. Peserta tersebut diantaranya Khotibbul Umam dari Semeter II IAT B mata lomba Dai, Intan dari semester II IAT B mata lomba Tahfidz, Restu Ariandini dari kelas II PAI C mata lomba Daiyah yang dan berhasil meraih juara III.

    “Alhamdulillah kesempatan kali bisa menjadi Juara dan memberikan satu torehan prestasi untuk kampus IIQ An Nur Yogyakarta, sebuah usaha tidak akan pernah membohongi hasilnya.” Tegas Restu

    Selain itu Muhamad Jamaludin selaku ketua Korp Dakwah Mahasiswa IIQ An NurYogyakarta mengapresiasikan hasil kerja keras teman-teman Korp Dakwah.

    “Saya sangat bangga dengan teman-teman yang selalu bekerja keras dan selalu berusaha tanpa hentinya untuk mebangun nama baik kampus kita ini dengan hasil yang kalian dapatkan itulah hasil dari latihan kalian selama ini, namun dengan begitu tidak menutup kemungkinan untuk terus berusaha dan mempertahankan prestasi ini dengan didasari sikap tawadhu.” Tegas Muhamad Jamaludin.

    Dengan adanya prestasi ini sebagai langkah awal yang dilakukakn UKM KORDA IIQ An Nur untuk mengait semangat mahasiswa dalam mengembangkan bakat yang dimiliki terlebih sebagai Mahasiswa IIQ untuk bisa tampil di depan sebagai panutan dan mengamalkan al-Qur’an dan menumbuhkan jiwa Qur’ani di masyarakat.

  • Ngabuburit: Kiai Koeswaidi Kenalkan Sufi, Musik, dan Puisi kepada Puluhan Peserta Diskusi

    Ngabuburit: Kiai Koeswaidi Kenalkan Sufi, Musik, dan Puisi kepada Puluhan Peserta Diskusi

    Pesantren Kreatif Baitul Kilmah di bawah asuhan sang penulis fenomenal, Aguk Irawan MN mengadakan diskusi umum pada hari Senin, (21/5). Tema yang diusung pada kesempatan kali ini adalah “Puisi, Musik, dan Sufi.” Dengan menghadirkan narasumber Kiai Koeswaidi Syafi’i, selaku Pengasuh Pondok Pesantren Maulana Rumi.

    Acara ini dilaksanakan di Baitul Kilmah II (Paten, Sewon, Bantul).  Puluhan audien, turut hadir dalam acara diskusi yang sudah dimulai sejak pukul 16.30 dan berakhir ketika adzan maghrib berkumandang. Empat orang diantaranya adalah dari tim buletin Harokati, delegasi dari IIQ An Nur Yogyakarta.

    Pada kesempatan itu, Kiai Koeswaidi Syafi’i menyampaikan materi tentang koridor kerohanian manusia secara singkat dan jelas. Jika dalam tema adalah “Puisi, Musik, dan Sufi”, maka beliau membaliknya menjadi “Sufi, Musik, dan Puisi”. Ini karena sufi adalah induk dari musik dan puisi.

    “Kalau tadi disebut puisi, musik, dan sufi, saya akan membaliknya menjadi sufi, musik, dan puisi. Karena induk dari ketiga poin ini adalah sufi. Kemudian pengaruhnya terhadap para audien, musik lebih kuat dibanding puisi. Karya seni yang paling berpengaruh itu musik, setelah itu puisi,” tutur Kiai Koeswaidi.

    Pertama, yaitu sufi. Menurut Kiai Koeswaidi, “sufi adalah orang yang bersih hati dan perilakunya. Sufi ini menggunakan dua perangkat, yakni hati dan ruh.”

    Perangkat pertama, hati. Sufi menggunakan hatinya untuk merasakan kedekatannya dengan Allah swt. Kedua, ruh sufi digunakan untuk menyaksikan keindahan Allah swt, yang terpercik pada segala sesuatu.

    “Si Sufi ini, kulakan sifatnya Allah Ta’ala. Kulakan keindahan dan hadzirat-Nya. Maka karena itu, terbentang luas batinnya, melebihi luasnya dunia dan akhirat sekalipun,” tambahnya.

    Poin kedua, musik. Musik merupakan hembusan angin keilahian dan hembusan langit keabadian.

    “Musik adalah hembusan angin keilahian, hembusan langit keabadian,” tambah Kiai Koeswaidi.

    Menurutnya, musik ini berkaitan erat dengan seorang sufi. Ketika seorang sudah mejadi sufi, maka setiap musik yang didengarnya dapat menggetarkan jiwa. Ia tidak lagi memilah musik yang akan didengarnya, karena semua musik sama. Ini untuk menghantarkan cumbu rayu kita kepada Allah swt, Sang Penguasa Jagad Raya.

    Agar dapat mencapai posisi tersebut, maka ia harus menyucikan hatinya, yakni dengan melakukan riyadhah yang tidak mudah. Caranya yaitu tidak tertarik dengan selain Allah swt. Seperti yang dilakukan oleh para sufi. Kemudian dimensi musikal dari Allah ini, merupakan perpanjangan dari Kemahaesaan-Nya.

    Ketiga,puisi. Pada poin ini perlu diketahui bahwa setiap sufi adalah penyair, sedangkan setiap penyair belum tentu seorang sufi. Ini karena seorang sufi berada di telaga Ilahi. Sehingga orang yang seperti itu indah perilakunya.

    Sebelum materinya berakhir, Kiai Koeswaidi mengungkapkan bahwa, “para sufi memiliki musik tersendiri, memiliki tempat rekreasi tersendiri, dan jenis keindahan tersendiri yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Jadi, sufi ini adalah jelmaan dari Kemahaindahan Allah.”

    “Jadi para sufi tugasnya adalah bermusik ria, berdendang ria, dan berpuisi ria, menjajakan keindahan Allah Ta’ala kepada apa saja dan siapa saja,” tambahnya. (Fitri, Harokati)

  • Mahasiswa Delegasi IIQ An Nur Ngabuburit Bersama Aguk Irawan MN dan Kiai Koeswaidi Syafi’i

    Mahasiswa Delegasi IIQ An Nur Ngabuburit Bersama Aguk Irawan MN dan Kiai Koeswaidi Syafi’i

    Senin, (21/5) Pesantren Kreatif Baitul Kilmah mengadakan acara ngabuburit dengan diskusi umum. Acara ini dilaksanakan di Baitul Kilmah II (Paten, Sewon, Bantul). Diskusi dimulai sejak pukul 16.30 dan dihadiri oleh puluhan peserta, diantaranya adalah mahasiswa IIQ An Nur Yogyakarta. Menariknya sang penulis fenomena Aguk Irawan MN, sebagai Pengasuh dari Pesantren Kreatif Baitul Kilmah turut hadir dalam diskusi ini.

    Narasumber yang hadir pada kesempatan kali ini adalah Kiai Koeswaidi Syafi’i. Beliau adalah pengasuh PP Maulana Rumi. Sedang tema yang diangkat adalah “Puisi, Musik, dan Sufi”. Menurut narasumber tema ini kurang tepat, yang benar adalah “Sufi, Musik, dan Puisi”.

    “Kalau tadi disebut puisi, musik, dan sufi, saya akan membaliknya menjadi sufi, musik, dan puisi. Karena induk dari ketiga poin ini adalah sufi. Kemudian pengaruhnya terhadap para audien, musik lebih kuat dibanding puisi. Karya seni yang paling berpengaruh itu musik, setelah itu puisi,” tutur Kiai Koeswaidi.

    Kegiatan ini adalah salah satu agenda yang sudah dilaksanakan sejak dulu dan sudah menjadi budaya setiap kali bulan ramadan tiba. Ini merupakan inisiatif dari Pengasuh Pesantren Kreatif Baitul Kilmah. Dengan maksud agar mendapat barokah dari orang-orang yang berilmu.

    “Iya sudah jadi budaya, tentunya yang punya inisiatif adalah Pak Aguk. Beliaukan nahkodanya,” ujar Rozaq, selaku panitia acara.

    “Kalau dulu tidak seberapa dipublikasikan. Tujuannya ya, ngalap berkah dari orang-orang yang berilmu, itu kata Pak Aguk,” tambahnya.

    Acara  yang selesai pada pukul 17.34 ini tidak hanya sekedar kajian saja, tetapi diakhiri dengan buka bersama. (Diah, Harokati)

     

     

  • Tim Hadroh Korp Dakwah Mahasiswa IIQ An Nur Yogyakarta Raih Juara 2 Dan Vocal Terbaik Festival Hadroh Se-DIY

    Tim Hadroh Korp Dakwah Mahasiswa IIQ An Nur Yogyakarta Raih Juara 2 Dan Vocal Terbaik Festival Hadroh Se-DIY

    Dalam menyambut bulan suci ramadhan ini grup hadroh Is’adul Ahbab putera korp dakwah mahasiswa IIQ An Nur Yogyakarta mengikuti festival hadroh se-DIY, Ahad (13/5), di Sareman, Singosaren, Bangutapan, Bantul. Kegiatan tersebut  di ikuti oleh 23 grup hadroh se Daerah Istimewa Yogyakarta.

    Muhamad Jamaludin selaku ketua Korp Dakwah Mahasiswa IIQ An Nur Yogyakarta mengapresiasi atas prestasi kedua dari grup hadroh hadroh Is’adul Ahbab putera korp dakwah mahasiswa IIQ An Nur Yogyakarta.

    “Saya sangat berterima kasih kepada teman-teman devisi hadroh ini selalu bersemangat dan pantang menyerah untuk selalu tampil membawa nama baik kampus kita, saya sangat mengapresiasi dan kami selaku pengurus harian Korp Dakwah ini akan mengajukan pengadaan alat hadroh kepada pihak kampus agar teman-teman devisi hadroh ini bisa memaksimalkan penampilannya terkhusus lebih serius dalam berlatih” tutur Muhamad Jamaludin.

    Dari kegiatan ini Muhamad Jamaludin selaku ketua korda berharap untuk selalu bersemangat dalam meraih prestasi selanjutnya, di samping itu ia juga berharap agar prestasi ini bisa menular ke devisi lainnya untuk membangun nama baik kampus di khalayak umum.

    Tak lupa untuk selanjutnya selaku ketua Korp Dakwah Mahasiswa IIQ An Nur ia berharap agar pihak kampus mendukung penuh apirmasi mahasiswa untuk menjaga semangat teman-teman mahasiswa IIQ agar berkarya dan menolehkan prestasi-prestasi selanjutnya.

  • Tiga Pilar Pendidikan

    Tiga Pilar Pendidikan

    Oleh Ahmad Sangidu

    Pendidikan merupakan sebuah pembelajaran tentang pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan. Pendidikan seperti memberikan warisan dari generasi ke generasi selanjutnya. Proses pendidikan yang dilakukan pada dasarnya dengan bimbingan orang lain. Akan tetapi saat ini banyak pula yang lebih suka menggunakan cara otodidak.  Hal ini disebabkan dengan memanfaatkan teknologi yang semakin canggih. Sehingga pendidikan bisa dilakukan kapan dan dimana saja.

    Pendidikan menjadi kebutuhan primer bagi setiap orang. Upaya peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan. Memang pendidikan dapat diterima seseorang tanpa adanya bimbingan orang lain. Namun tidak sedikit dari mereka yang di luar sana, masih tidak menerima pendidikan secara wajar.

    Banyak pula mereka yang putus sekolah beralasan tidak bisa melanjutkan pendidikan karena tidak punya biaya. Akhirnya, banyak orang yang tidak bisa meraih cita-citanya karena tidak menerima pendidikan. Peristiwa dan kejadian ini cukup memprihatinkan.

    Oleh karenanya, terdapat tiga hal yang menentukan pendidikan.

    Pertama, orang tua yang pada dasarnya terdiri dari ayah dan ibu. Namun banyak pula yang saat lahir langsung ditinggal keduanya. Memang orang tua bukanlah hanya mereka yang melahirkannya dan membesarkannya. Bahkan guru bisa dianggap sebagai orang tua kedua, setelah orang tua kandungnya.

    Pendidikan pertama seseorang diterima dari orang tuanya. Juga banyak orang tua yang memberikan pendidikan kepada anaknya saat anak masih dalam kandungan. Mereka juga yang nantinya akan mengarahkan anaknya. Membimbing setiap hari tanpa bosan.

    Orang tua selalu mempunyai harapan bahwa anaknya nanti menjadi lebih hebat dari mereka. Kondisi fisiologis dan biologis orang tua juga berpengaruh dalam pendidikan anak. Misalnya orang tua yang cacat. Jika anak tidak memiliki semangat juang tinggi dalam mencari ilmu, mungkin ia telah memilih bekerja mencari uang demi menghidupi keluarganya.

    Kedua, pendidik atau guru. Inilah faktor yang paling mempengaruhi pendidikan. Guru atau pendidik ialah pengajar suatu ilmu. Tugas yang dimiliki antara lain adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi anak didiknya.

    Setiap tahun guru harus mengenal wajah dan sikap baru dari anak didiknya. Peranan penting yang dimiliki guru merupakan tolok ukur pendidikan seseorang selanjutnya. Guru selalu memberikan semua ilmu yang dimilikinya tanpa pamrih. Bahkan sampai sekarang gaji guru lebih rendah dari pada gaji dokter. Namun demikian, guru tidak unjuk rasa. Bahkan guru berusaha agar anak didiknya lebih baik darinya, mengantarkannya menuju gerbang kesuksesan.

    Ketiga, pemerintah atau penguasa. Pemerintah juga andil dalam menentukan pendidikan. Pemerintah disini maksudnya organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan kebijakan serta aturan pada wilayah tertentu. Bukan sekedar aparat negara. Seperti dalam lingkup kecil, adanya kepala sekolah beserta staf-stafnya.

    Mereka mempunyai wewenang mengelola lingkungan sekolah menjadi lingkungan belajar yang menyenangkan. Misalnya juga dalam lingkup yang lebih besar, adanya Mendikbud (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan). Kemudian muncul ide membuat kurikulum baru dengan menyesuaikan kondisi dan situasi msyarakat setempat. Sampai saat ini kurikulum di Indonesia mengalami banyak perubahan. Kurikulum sendiri merupakan alat untuk menggapai keberhasilan pendidikan.

    Pendidikan merupakan tiket untuk menuju masa depan. Pendidikan tidak akan berhasil tanpa tiga pilar itu. Orang tua merupakan pendamping hidup bagi anaknya. Guru menjadi motivator bagi anak untuk memperoleh masa depan yang gemilang. Pemerintah menemani keduanya dalam mendorong anak menjadi generasi terbaik selanjutnya. Seharusnya tiga pilar itu bersatu, berkolaborasi meraih pendidikan Indonesia yang lebih baik. Sehingga Indonesia akan menduduki kursi kejayaannya.

     

  • Rokhim Sebarkan Semangat Menulis Melaui PJTD

    Rokhim Sebarkan Semangat Menulis Melaui PJTD

    Tim Buletin Harokati yang berada di bawah naungan Pengurus Komisariat IIQ An-Nur Yogyakarta menyelenggarakan Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar (PJTD), Harokati Menulis Jilid II, Ahad (13/5). Tema yang diusung yaitu “Sang Jurnalis Dakwah”. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka menyambut datangnya bulan suci dengan mengambil hikmah dari sosok peretas peradaban Islam.

    Dalam kesempatan kali ini, Tim Buletin Harokati menghadirkan dua narasumber dari pihak Majalah Bangkit. Beliau adalah Fatkhul Anas, S. Pd. I. (Pimred bangkitmedia.com) dan Nur Rokhim, S. Hum (Redaktur Majalah Bangkit dan Peneliti LPTI PM). Kegiatan ini dimulai sejak pukul 09.45 dan dihadiri oleh 26 peserta, yang merupakan mahasiswa IIQ An-Nur dari berbagai jurusan.

    Sebagai narasumber, Rokhim berbagi tentang manfaat dari menulis. Manfaat dari menulis yang disampaikannya adalah pertama, menulis itu menyehatkan.  Karena dengan terbiasa menulis maka badan menjadi sehat dan  pikiran juga fress.  Kedua, menulis sebagai sarana mengikat ilmu. Jika ilmu yang dimiliki tidak diikat maka selamanya akan hilang terus. Seperti yang dikatakan sahabat Ali bin Abi Thalib, “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya.”

    Ketiga, dengan menulis maka dapat menambah relasi dan jaringan. Keempat, menulis sebagai sarana aktualisasi diri. Manusia pada dasarnya makhluk sosial, sehingga selalu pengen dikenang. Oleh karena itu menulis sebagai bentuk aktualisasi diri.

    Kelima, mengasah daya nalar dan kecerdasan seseorang. Rumusnya adalah membaca sama dengan menullis dan menulis sama dengan membaca. Jika seseorang tidak menulis, maka ia akan menjadi apatis. Keenam, menulis sebagi sumber penghasilan.

    Beliau juga mengingatkan kepada para peserta  yang mayoritas adalah santri untuk terus menulis meneruskan perjuangan para kiai dan tokoh nasionalis. Karena  pada masa ini banyak sekali tersebar berita hoax, maka mereka yang tahu akan kebenaran dirasa ikut tanggung jawab untuk membasmi berita-berita tersebut.

    “Santri harus ikut berperang kalau tidak dosa betul,” tutur Rokhim.

    Oleh karena itu, dengan para santri ikut menulis, maka ia ikut berperang melawan para penyebar berita hoax. Seperti yang dikatakan Nazi, “Kebohongan yang dikabarkan secara terus-menerus akan menjadi kebenaran”.

    Sebelum acara berakhir, Rokhim menegaskan bahwa,“Hanya ada dua orang yang akan diingat, yaitu penulis dan yang ditulis. Kalau kita bukan siapa-siapa agar kita dikenal maka harus menulis. (Fitri, Harokati)

     

  • Qowim Ingatkan Para Peserta PJTD untuk Terus Menulis dan Menjaga Eksistensi Buletin Harokati

    Qowim Ingatkan Para Peserta PJTD untuk Terus Menulis dan Menjaga Eksistensi Buletin Harokati

    Tim Buletin Harokati yang berada di bawah naungan Pengurus Komisariat IIQ An-Nur Yogyakarta menyelenggarakan Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar (PJTD), Harokati Menulis Jilid II, Ahad (13/5). Tema yang diusung yaitu “Sang Jurnalis Dakwah”. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka menyambut datangnya bulan suci dengan mengambil hikmah dari sosok peretas peradaban Islam.

    Dalam kesempatan kali ini, Tim Buletin Harokati menghadirkan dua narasumber dari pihak Majalah Bangkit. Beliau adalah Fatkhul Anas, S. Pd. I. (Pimred bangkitmedia.com) dan Nur Rokhim, S. Hum (Redaktur Majalah Bangkit dan Peneliti LPTI PM). Kegiatan ini dimulai sejak pukul 09.45 dan dihadiri oleh 26 peserta, yang merupakan mahasiswa IIQ An-Nur dari berbagai jurusan.

    Dalam sambutannya, Qowim Musthofa, M. Hum. (Pembimbing Tim Buletin Harokati), menyampaikan bahwa untuk menjadi seorang penulis itu butuh proses yang panjang. Seorang penulis butuh waktu bertahun-tahun agar menjadi hebat dan diakui karyanya. Sebelum menjadi hebat, seorang penulis perlu belajar dari kesalahan dan kegagalan terlebih dahulu.

    “Oleh karenanya, jangan terburu-buru ingin menjadi penulis yang hebat dan diakui tulisannya,” tutur Qowim.

    Tidak lupa, beliau juga mengingatkan agar Tim Buletin Harokati terus menulis, menulis, dan menulis. Selain itu, perlu juga untuk terus menjaga solidaritas dengan selalu menjaga komunikasi antar anggota. Dengan maksud agar Tim Buletin Harokati semakin dekat, baik secara struktural, kultural, maupun emosional. Selain menjaga komunikasi antar anggota, beliau juga mengingatkan agar terus menjalin tali silaturahim dengan para senior PMII.

    Dari kegiatan ini, beliau berharap agar Tim Buletin Harokati yang sekarang tidak hanya terfokus pada eksistensi saat ini saja. Akan tetapi mereka juga perlu mengkader mahasiswa yang lain agar kaderisasi anggota Tim Buletin Harokati tidak mati.

    “Jangan sampai semangat belajar kita hanya ketika saat ini saja, tetapi yang penting adalah untuk kedepannya,” tambah Qowim.

    Acara tersebut dilanjutkan dengan kegiatan pelatihan dan berakhir pada pukul 16.00 WIB. (Fitri, Harokati)

  • I’m Muslim But I’m Not Terrorist

    I’m Muslim But I’m Not Terrorist

    Oleh: Muhammad Jamaludin

    Allah menciptakan manusia dari berbagai keberagaman suku, bangsa, ras, dan agama. Perbedaan itu merupakan sebuah rahmat yang diajarkan oleh agama Islam. Dengan adanya perbedaan ini manusia sepakat atas nama kemanusiaan untuk menjunjung tinggi perbedaan dengan toleransi dan humanisme. kita teringkat ketika kasus 212 kala itu yang menjadi titik temu pada surat al-maidah ayat 51 terkait penistaan agama.

    Ketika kita mengkaji teori ternyata jauh 14 abad silam ketika ayat ini turun dilatar belakangi oleh sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa Abdulah bin Ubay dan Ubadah bin tsamit yang melakukan perjanjian oleh Yahudi bani Qauniqa tetapi kaum Yahudi melakukan pelanggaran perjanjian dan berbalik memerangi Rasulullah SAW. Maka Ubadah bin Tsamit melepaskan diri dari perjanjiannya dan melakukan perlawanan membela Rasulullah dan turunlah ayat ini (Lihat Asbabun Nuzul Imam As-Suyuti, Tahqiq : Syaikh Hafiz Syi’isya halaman 231-232).

    Dari kasus diatas kita bisa ambil sedikit pelajaran bahwa Agama Islam selalu menjunjung tinggi persaudaran dan menghargai sebuah perjanjian yang telah dibuat bahkan sesama umat antar agama sekalipun. Sejarah mencatat semua peperangan yang dilakukan oleh Islam bukan semata untuk menguasai kaum lainnya, malainkan satu pembelaan betapa besar harga nyawa seseorang atau nilai humanisme.

    Bom surabaya yang di ledakan terjadi di tiga gereja di Surabaya, yaitu Gereja Maria Tak Tercela di Jalan Ngagel Madya, Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Jalan Diponegoro, danGereja Pantekosta Pusat di Jalan Arjuna (Kompas.com) adalah salah satu contoh penyelewengan dari ajaran agama Islam. Islam mengajarkan bagaimana cara kita menghargai hidup manusia hingga kami teringat sebuah hadist Rasulullah SAW yang di cantumkan di kitab fatul mu’inkarya Ibnu Hajar tentang membela darah seseorang merupakan tindakan yang utama hingga di beri gelar syahid jika seorang itu gugur ketika membelanya.

    مَنْ قٌتِلَ دُونَ دَمِهِ اَوْ ماَلِهِ اَو اَهْلِهِ فَهُوَ شَهِيْدٌ

    “Siapa orang yang dibunuh membela darahnya atau keluarganya atau hartanya maka ia termasuk orang-orang yang mati syahid”

    Dari perkataan Rasulullah tersebut kita bisa merenungi betapa tingginya Islam menempatkan orang-orang yang mati membela manusia lain seperti keluarga kita, membela tanah air kita. Ini sebagai satu contoh betapa tingginya Islam menghargai hidup manusia, dan menjunjung hidup damai dengan kebhineka-an. Kami menghimbau bahwa agama Islam tidak mengajarkan merampas hidup seseorang dengan cara memborbardir.

    Kalau saja kita mau menganalogikan ketika kita menanam satu buah pohon mangga yang kala itu tiba saat panen hingga terhitung 100 buah misalnya, namun sangat disayangkan ada 2, atau 3 buah itu yang buruk. Maka apakah adil jika kita sebut pohon mangga ini adalah pohon yang berbuah jelek padahal ada 97 buah mangga yang baik.

    tentu tidak logis untuk mengadili dengan melihat satu sisi saja. Itulah yang terjadi saat ini, dimana para teror bom itu mengumandangkan takbir maka dengan kasus itu mengecam Islam adalah seorang teroris. Ini sangat tidak adil dengan perbandingan yang demikian adanya. Islam adalah agama Rahmatan lil alamin, rahmat bagi seluruh alam yang dibawa oleh seorang yang berbudi pekerti yang luhur, berjiwa luhur yang tinggi, misi beliau adalah menyempurnakan akhlak bagi pengikutnya. Terutama akhlak sesama manusia.

  • MENULIS, BAGIAN DARI MENGUKIR SEJARAH

    Minggu, 13 Mei 2018 pihak Pengurus Harokati yang di bawah naungan Pengurus Komisariat (PK) PMII IIQ An-Nur Yogyakarta mengadakan Pelatihan Jurnalistik Tigkat Dasar dengan mengangkat sebuah tema “Sang Jurnalis Dakwah”. Acara tersebut diadakan dalam rangka menyambut datangnya bulan suci dengan mengambil hikmah dari sosok peretas peradaban Islam.

    Kegiatan ini merupakan sebuah langkah awal yang dilakukan oleh pengurus Harokati untuk menciptakan kader-kader yang nantinya dapat menulis dengan baik dan benar. Pelatihan tersebut diadakan di ruang Auditorium IIQ An-Nur yang dimulai pada pukul 09.45 WIB.

    Dalam sambutannya, Qowim Mustofa, M. Hum., berpesan bahwa menyiapkan generasi yang dapat menulis merupakan hal yang wajib dilakukan oleh kader-kader PMII saat ini. Hal tersebut menjadikan sebuah PR bagi kita selaku Mahasiswa IIQ An-Nur khususnya, baik itu senior maupun junior untuk sama-sama bekerja sama melaksanakan pesan beliau.

    Pada kesempatan kali ini, Pengurus Harokati mendatangkan dua narasumber dari pihak bangkitmedia.com. Dua narasumber tersebut yaitu Fatkhul Anas, S. Pd. I, selaku Pimred bangkitmedia.com dan Nur Rokhim, S.Hum selaku Redaktur Majalah Bangkit sekaligus peneliti LPTI PM.

    Acara yang dihadiri oleh 26 Mahasiswa ini melakukan pelatihan dasar yang mengenai berita dan artikel. Selain diberikan materi, peserta juga mempraktikannya di tempat.

    Peserta diwajibkan membuat tulisan, baik itu berita ataupun artikel. Para peserta juga disarankan untuk mengirimkan tulisan-tulisannya ke media online maupun cetak. Karena akan banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh salah satunya mendapat honor dari tulisan tersebut.

    “Semoga Harokati kedepannya lebih baik, semoga dengan adanya  acara ini, dan mahasiswa dapat lebih semangat dalam menulis. Pihak pengurus Harokati mengharapkan mahasiswa merasakan adanya keberadaan organisasi kami di kampus ini,” ucap Umi Sholikhah selaku Koordinator Harokati.

    Acara berakhir pada pukul 16.00 WIB. Banyak sekali pelajaran yang dapat dipetik dari acara ini. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu pemateri yaitu Nur Rokhim, S. Hum., “hanya ada dua orang yang dikenang sejarah, orang yang ditulis dan orang yang menulis”.

    Jadi dapat dikatakan bahwa jika kita bukan siapa-siapa, maka salah satu cara yang dapat kita lakukan adalah dengan menulis. (Tri Listiyaningsih)

     

  • PMII Komisariat IIQ An Nur Bagikan Masker Gratis

    Bantul – Jumat, 11 Mei 2018. Gunung Merapi mengalami erupsi dengan mengeluarkan asap tebal (wedus gembel). Akibat erupsi tersebut terjadilah hujan abu di sekitar daerah gunung Merapi termasuk di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hujan abu memiliki dampak yang tidak baik bagi kesehatan, karena jika terhirup dapat menyebabkan penyakit paru.

    Oleh karenanya, masyarakat perlu ekstra hati-hati dalam menjaga kesehatan dalam keadaan semacam ini. Salah satu cara dalam menjaga kesehatan tersebut adalah dengan memakai masker ketika berada di luar ruangan.

    Sebagaimana yang dilakukan oleh kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat IIQ An Nur Yogyakarta. Sejak Jumat pagi mahasiswa sudah melakukan koordinasi untuk membagi-bagikan masker gratis kepada mahasiswa dan dosen. Ini adalah salah satu aksi kecil yang dilakukan para kader sebagai bentuk kepedulian sosial terhadap bencana fenomena yang sedang terjadi.

    “Mahasiswa harus peduli terhadap fenomena sosial, tidak hanya dalam pergulatan politik dan pemerintahan, tetapi juga bencana alam. Dimulai dari hal yang kecil saja, ya seperti membagikan masker gratis ini, mudah-mudahan bermanfaat.” kata Muh. Asysy’aroni selaku ketua umum PK PMII IIQ An Nur Yogyakarta.

    Asysya’roni berharap agar para kader PMII nantinya dapat beraksi lebih, sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih besar, terutama dalam hal kepedulian terhadap sosial kemasyarakatan. (Diah, Harokati)

  • Kongres BEM PTNU Syaroni terpilih menjadi Presidium BEM PTNU.

    Kongres BEM PTNU Syaroni terpilih menjadi Presidium BEM PTNU.

    Semarang, 26-29 April 2018 Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Perguruan Tinggi Nahdlotul Ulama (PTNU) menyelenggarakan Kongres yang ke-VI. Tepatnya di Universitas Wahid Hasyim (UNWAHAS).

    Salah satu tujuan dari diselenggarakannya kegiatan ini adalah peneguhan PTNU sebagai kampus Aswaja Islam Nusantara dan Menjadikan PTNU sebagai Pusat Kaderisasi Paham Kebangsaan. Kegiatan ini bekerja sama dengan Kemenristekdikti, BNPT, POLRI, Kemenag dan LPTNU.

    Kongres yang ke VI ini merupakan Kongres yang kedua kali terselenggara di Semarang, sebelumnya pada tahun 2008.  “Hal ini juga karena Presidium Nasional BEM PTNU Bustana Afthoni dari Universitas Wahid Hasyim. Pada sebelumnya Kongres ini akan diadakan di Lampung namun karena tidak ada konfirmasi akhirnya Kongres ini deiselenggarakan di Semarang”. Jelas Afiffudin (Presiden Mahasiswa UNWAHAS).

    Kongres tersebut dihadiri oleh 200 mahasiswa dari 53 PTNU dengan mengangkat tema “Meneguhkan Peran Serta BEM PTNU dalam Menangkal Radikalisme dan Terorisme”. Tema teresebut diangkat karena adanya keprihartinan mahasiswa PTNU atas situasi kemananan nasional, karena paham radikal sudah mulai menyusuri mahasiswa dan pelajar untuk menyebarkan idiologi mereka. “Intoleransi bukanlah budaya bangsa Indonesia, sehingga segala bentuk aksi deradikalisasi tidak sesuai dengan ideologi bangsa” tutur Bastoni Afthoni (Presidium BEM PTNU).

    Tujuan utama kongres ini selain untuk menjadikan BEM PTNU lebih baik lagi yaitu peralihan jabatan. Masing-masing mahasiswa delegasi kampus, Saudara Muh. Asysyaroni dari Kampus IIQ An-Nur Yogyakarta terpilih menjadi Presidium Nasional BEM PTNU.

    Setelah mendelegasikan 4 (empat) mahasiswanya yaitu: Johan Usman, Muhammmad Asysyaroni, Bayu Wahyono, dan Bagus Dwi Prabowo. Atas terpilihnya Presidium Nasional BEM PTNU diharapakan dapat mengemban amanah serta bertanggung jawab. (Bagus/PAI)