Tag: Fakultas Ushuludin

  • LSIQH Fakultas Ushuludin Bentuk Kelompok Diskusi Bahasa dan Kitab Kuning

    LSIQH Fakultas Ushuludin Bentuk Kelompok Diskusi Bahasa dan Kitab Kuning

    Yogyakarta – Lingkar Studi Ilmu Quran dan Hadis (LSIQH) Institut Ilmu Quran (IIQ) An-Nur membentuk kelompok diskusi bahasa dan kitab kuning guna menunjang potensi mahasiswa.

    Menurut Pembimbing LSIQH Avi Laila Kholili, setiap mahasiswa pasti memiliki potensi yang perlu dipetakan dan dikembangkan.

    Untuk itu, dibentuklah kelompok diskusi tersebut. “Jika tidak diwadahi, eman sekali dan akan terbuang sia-sia potensi teman-teman,” kata Avi pada redaksi, Jumat (12/11).

    Kelompok diskusi ini ada tiga (3) model: kelompok diskusi Bahasa Inggris, kelompok diskusi Bahasa Arab, dan kelompok diskusi baca kitab kuning.

    Kelompok diskusi yang pertama dimulai pada Sabtu (13/11), bertempat di aula lantai 3 IIQ An-Nur.  

    Dosen Fakultas Ushuluddin IIQ An-Nur Muhammad Saifullah mendapat amanah sebagai pendampingya.

    Dalam diskusi perdana tersebut, Saifullah memaparkan tiga (3) hal terkait belajar Bahasa Inggris.

    Pertama, belajar bahasa harus berani salah. “Dalam belajar apa saja, khususnya bahasa, kita harus berani salah!” ungkapnya.

    Pasalnya, lanjut Saifullah, seseorang tidak akan memulai apa pun ketika tidak berani salah.

    Kedua, belajar bahasa adalah tentang praktik. Bahasa adalah pembiasaan.

    “Jika ingin cepat belajar bahasa, baik Inggris atau pun Arab, maka cukup mempraktikkannya setiap hari,” tuturnya dalam diskusi yang dihadiri oleh sepuluh (10) mahasiswa lintas-semester ini.

    Ketiga, agar mudah mempraktikkan bahasa, seseorang perlu melakukan apa itu yang Saifullah sebut sebagai senam mulut.

    Waktu yang paling pas untuk senam mulut, tegasnya, adalah di pagi hari.

    Ini penting untuk melemaskan otot di mulut, sehingga ketika mengucapkan kalimat Bahasa Inggris menjadi lebih ringan.

    “Tapi begini, ukuran berhasil tidaknya kita melakukan senam mulut adalah jelek. Semakin jelek ekspresi muka kita, semakin kita mendekati berhasil,” jelas Saifullah.

    Sementara itu, Dekan Fakultas Ushuluddin IIQ An-Nur Muhammad Ikhsanuddin memberikan apresiasi atas terselenggaranya acara perdana tersebut.

    “Alhamdulillah, LSIQH mulai bergeliat lagi. Terima kasih atas semua pihak yang telah membantu. Insya Allah akan disusul segara belajar cepat membaca kitab kuning,” ungkapnya pada redaksi via WhatsApp.

    Perlu diketahui, skema kelompok diskusi ini diadakan secara gantian.

    Minggu pertama diisi materi Bahasa Inggris. Minggu kedua Bahasa Arab. Minggu ketiga Membaca Kitab Kuning dan begitu seterusnya. (zv)

    Penyunting Qowim Musthofa

  • Mahasiswa Jerman Belajar Ke IIQ An-Nur Yogyakarta

    Mahasiswa Jerman Belajar Ke IIQ An-Nur Yogyakarta

    Pada hari Kamis 15 Maret 2018, IIQ An-nur Yogyakarta bersama dengan University of Gottingen melaksanakan “THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON QUR’AN AND HADITH STUDIES IN INDONESIA AND GERMANY, di auditoriu IIQ An Nur Yogykarta. Pembicaranya adalah Victoria Dmitrenko dan Ziynet Karaca dari University of Gottingen Jerman dan KH. M. Ikhsanuddin, MSI, selaku dosen dan Dekan Ushuluddin IIQ An Nur Yogyakarta. Adapun moderator adalah Abdul Jabpar, S.Fil.I., M.Phil., dosen IIQ An-Nur Yogyakarta sekaligus kandidat doktor pada “Islamic Thought and Muslim Societies” di UIN Sunan Kalijaga.

    Seminar internasional ini dihadiri sejumlah mahasiswa dari University of Gottingen yang mengambil konsentrasi studi Islam, dosen dan mahasiswa IIQ an-Nur Yogyakarta. Mahasiswa dari Jerman ini tertarik menghadiri seminar, karena ingin belajar tentang studi keIslaman di Indonesia.

    Konferensi internasional itu berjalan sangat lancar, dan para peserta sangat antusias dengan paparan para pembicara yang mengulas kajian Qur’an dan Hadis di Indonesia dan Jerman. Menurut Khadijah dan Ziynet, kajian Qur’an dan Hadis di Jerman sedikit berbeda dengan di Indonesia.

    Masyarakat Muslim di Jerman mempelajari Qur’an dan Hadis biasanya di masjid-masjid. Kajian yang lebih ilmiah bisa ditemukan di kampus-kampus, misalnya, di University of Gottingen. Minat masyarakat Jerman atas studi Qur’an dan Hadis meningkat pesat beberapa tahun belakangan ini, mereka menduga disebabkan banyaknya pengungsi dari Syiria yang datang ke Jerman.

    Mereka berdua menambahkan bahwa tidak mudah menjadi seorang muslim di Jerman. Terlebih “Islam Phobia” di negara-negara Eropa masih sangat kental terasa. Walhasil, pandangan yang steorotip terhadap makanan, pakaian, dan kebiasaan yang dilakukan orang muslim acap dijumpai. Misalnya, penggunaan hijab bagi seorang muslimah di Jerman masih dianggap sesuatu yang tidak lumrah.

    Kendati demikian, mereka berdua sangat optimis dengan perkembangan umat Islam di Jerman, hal itu ditandai oleh maraknya kajian keislaman di negeri itu khususnya Qu’ran dan Hadis yang disokong dengan disiplin keilmuan lain seperti teologi, sejarah, dan lain sebagainya.

    Adapun KH. M. Ikhsanuddin, MSI., menyoroti studi Qur’an dan Hadis di Indonesia. Beliau memulai paparannya dari kedatangan Islam ke bumi nusantara secara historis, kemudian mengupas beragam metode “mengaji” Qur’an yang berkembang di Indonesia, seperti Iqra’, Al-Baghdad, Al-Barqi, dan lain sebagainya.

    Terkait dengan kajian Qur’an dan Hadis yang ilmiah, beliau sangat mengapresiasi dengan hadirnya karya-karya tafsir dari intelektual dan sarjana muslim Indonesia. Beliau meramalkan bahwa kajian Qur’an dan Hadis di Indonesia akan sangat berkembang dan maju di masa depan. Konferensi internasional yang diadakan di IIQ An-Annur sebagai salah satu penandannya, demikian beliau menambahkan.

    Konferensi internasional tersebut berjalan sekitar tiga jam dan diakhiri dengan sesi penyerahan bingkisan pada para pemateri dan foto bersama.(Jabbar)

  • Fakultas Ushuluddin Gelar Seminar untuk Hidupkan Tradisi Akademisi

    Fakultas Ushuluddin Gelar Seminar untuk Hidupkan Tradisi Akademisi

    Fakultas Ushuluddin IIQ An-Nur Yogyakarta mengadakan Seminar Nasional dengan tema “Paradigma, Teori, dan Model-Model Riset Living Qur’an dan Hadis,” Selasa (27/2).
    Narasumber yang dihadirkan kali ini yaitu Ahmad Rofiq, MA., Ph. D., sebagai Dosen UIN Sunan Kalijaga dan Sihabul Millah, MA., salah satu dosen IIQ An-Nur. Moderatornya yakni Abdul Jabpar, M. Phil., yang juga berstatus sebagai dosen IIQ An-Nur Yogyakarta.
    Berkaitan dengan tema seminar, para dosen Fakultas Ushuluddin sebenarnya
    menganggap bahwa materi yang harus disampikan kali ini termasuk berat. Akan tetapi, hal ini justru membuat para audien sangat antusias untuk mengikuti acara tersebut. Antusiasme tersebut terbukti dari puluhan mahasiswa IIQ An-Nur dan beberapa mahasiswa UIN Sunan Kalijaga yang
    memenuhi ruangan auditorium IIQ An-Nur Yogyakarta.

    Foto diambil oleh Arif Setyawan

    Dalam sambutannya, H. Ikhsanuddin, M.SI, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin mengungkapkan bahwa kegiatan seminar umum ini adalah agenda rutin yang dilaksanakan setiap bulannya. Dengan maksud untuk menghidupkan tradisi akademis Fakultas Ushuluddin.
    “Kami ingin menghidupkan miliu Fakultas Ushuluddin. Oleh karena itu, kami
    mengadakan diskusi bulanan dengan mendatangkan narasumber dari dalam satu (Dosen IIQ) dan dari luar (selain IIQ) satu. Diskusi ini juga akan dilanjutkan pada bulan Maret. Sehingga akan menghidupkan tradisi akademisi Fakultas Ushuluddin,” ucap Ikhsan.

    Foto diambil oleh Arif Setyawan

    “Hijab seseorang untuk mendapatkan ilmu itu ada dua, yang pertama hijab khuluqi atau akhlak. Secara akhlak mahasiswa sini sudah tidak diragukan lagi. Karena setiap bertemu dengan dosen, mahasiswa pasti akan berjabat tangan. Kemudian yang kedua adalah hijab aqli, yakni penghalang berupa rasio yang bisa disingkap kemampuan berpikir yang bagus dan analisis, salah satunya melalui forum-forum diskusi,” tambahnya.
    Pada akhir sambutannya ia menegaskan bahwa, “Fakultas Ushuluddin akan lebih baik dan lebih bagus bukan karena saya atau dosen yang lainnya, tetapi karena milik bersama.
    Oleh karena itu, maju dan tidaknya Fakultas Ushuluddin tergantung kita bersama.” (FitriM/28/02/18)