Tag: Ushuludin

  • Mengakomodasi Perkembangan Studi Quran dan Hadis, Fakultas Ushuluddin IIQ An-Nur Selenggarakan Seminar Internasional

    Mengakomodasi Perkembangan Studi Quran dan Hadis, Fakultas Ushuluddin IIQ An-Nur Selenggarakan Seminar Internasional

    Yogyakarta –  Fakultas Ushuluddin Institut Ilmu Quran (IIQ) An-Nur menyelenggarakan Seminar Internasional bertajuk Perkembangan Studi Al-Quran dan Sunnah Lintas-zaman: Kajian Komparatif antara Indonesia dan Libya, Kamis (21/10).

    Seperti disampaikan Dekan Fakultas Ushuluddin Muhammad Ikhsanuddin, seminar ini berkaitan erat dengan upaya untuk mengakomodasi perkembangan studi Al-Quran dan Hadis dewasa dalam skala Internasional.

    “Selain itu, harapannya nanti teman-teman mahasiswa juga bisa lebih kritis di sini dan soal isu ini,” kata Ikhsan dalam Bahasa Arab.

    Seminar ini dihadiri oleh pembicara dari dua negara, Indonesia dan Libya.

    Dari Indonesia ada Abdul Mustaqim dari UIN Sunan Kalijaga, Khoirun Niat dari IIQ Annur, dan Miftahul Hilmi Hidayatullah dari UAD Yogyakarta.

    Adapun dari Libya ada Salimah Husain, Dosen Kampus Syati’ Barik Libya.

    Dalam seminar yang dipandu oleh Khoirul Imam ini, Salimah menceritakan bagaimana perkembangan kajian Al-Quran di Libya.

    Pada masa awal, kata Salimah, kajian Al-Quran di Libya diselenggarakan yang ia sebut sebagai katatib.

    Katatib adalah bagian kecil dari masjid yang disediakan khusus untuk anak-anak mengkaji Al-Quran.

    Pada masa selanjutnya, katatib ini berkembang menjadi zawiyyah.

    Zawiyyah mirip dengan katatib, hanya saja di situ sudah ada guru-guru yang mengampu dan isu yang dikaji pun tidak hanya Al-Quran, tetapi juga sufi.

    “Dua model ini dulu banyak dijumpai di masjid-masjid dan di masa selanjutnya, mulai muncul sistem ma’had dan jami’ah,” kata Salimah.

    Potret ini berbeda dengan yang di Indonesia. Sebagaimana dijelaskan Abdul Mustaqim dan Khoirun Niat, titik pijak kajian Al-Quran di Indonesia adalah kediaman guru.

    Masa awal kajian Al-Quran di Nusantara dilakukan di kediaman guru-guru Al-Quran.

    Dalam perkembangannya, baru ada kajian Al-Quran dilakukan di langgar, masjid, pesantren, hingga universitas.

    “Awalnya di ndalem para kiai tempat ngajinya,” kata Mustaqim.

    Dalam seminar internasional  yang dihadiri oleh mahasiswa dan jajaran dosen Fakultas Ushuluddin baik melalui luring atau pun daring ini, Mustaqim juga memaparkan perkembangan metodologi tafsir di Nusantara sekaligus kecenderungannya masing-masing.

    Ada tujuh (7) kecenderungan (alwan) dalam tubuh tafsir Nusantara, kata Mustaqim. Antara lain: tafsir bercorak bahasa, fikih, sufi, falsafi, ilmi, sastra-sosial, dan gender.

    “Untuk tafsir awal di Nusantara, sebut saja Tarjuman Al-Mustafid karya Abdur Rauf Al-Sinkili, coraknya lebih ke sufi-fikih,” ungkap Mustaqim.

    Sementara itu, Hilmi lebih pada diskusi seputar bagaimana memperbarui relasi antara naql dan aql dalam memahami Al-Quran di era digital ini.

    Penulis Ipung
    Penyunting Qowim Musthofa

  • Mahasiswa Jerman Belajar Ke IIQ An-Nur Yogyakarta

    Mahasiswa Jerman Belajar Ke IIQ An-Nur Yogyakarta

    Pada hari Kamis 15 Maret 2018, IIQ An-nur Yogyakarta bersama dengan University of Gottingen melaksanakan “THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON QUR’AN AND HADITH STUDIES IN INDONESIA AND GERMANY, di auditoriu IIQ An Nur Yogykarta. Pembicaranya adalah Victoria Dmitrenko dan Ziynet Karaca dari University of Gottingen Jerman dan KH. M. Ikhsanuddin, MSI, selaku dosen dan Dekan Ushuluddin IIQ An Nur Yogyakarta. Adapun moderator adalah Abdul Jabpar, S.Fil.I., M.Phil., dosen IIQ An-Nur Yogyakarta sekaligus kandidat doktor pada “Islamic Thought and Muslim Societies” di UIN Sunan Kalijaga.

    Seminar internasional ini dihadiri sejumlah mahasiswa dari University of Gottingen yang mengambil konsentrasi studi Islam, dosen dan mahasiswa IIQ an-Nur Yogyakarta. Mahasiswa dari Jerman ini tertarik menghadiri seminar, karena ingin belajar tentang studi keIslaman di Indonesia.

    Konferensi internasional itu berjalan sangat lancar, dan para peserta sangat antusias dengan paparan para pembicara yang mengulas kajian Qur’an dan Hadis di Indonesia dan Jerman. Menurut Khadijah dan Ziynet, kajian Qur’an dan Hadis di Jerman sedikit berbeda dengan di Indonesia.

    Masyarakat Muslim di Jerman mempelajari Qur’an dan Hadis biasanya di masjid-masjid. Kajian yang lebih ilmiah bisa ditemukan di kampus-kampus, misalnya, di University of Gottingen. Minat masyarakat Jerman atas studi Qur’an dan Hadis meningkat pesat beberapa tahun belakangan ini, mereka menduga disebabkan banyaknya pengungsi dari Syiria yang datang ke Jerman.

    Mereka berdua menambahkan bahwa tidak mudah menjadi seorang muslim di Jerman. Terlebih “Islam Phobia” di negara-negara Eropa masih sangat kental terasa. Walhasil, pandangan yang steorotip terhadap makanan, pakaian, dan kebiasaan yang dilakukan orang muslim acap dijumpai. Misalnya, penggunaan hijab bagi seorang muslimah di Jerman masih dianggap sesuatu yang tidak lumrah.

    Kendati demikian, mereka berdua sangat optimis dengan perkembangan umat Islam di Jerman, hal itu ditandai oleh maraknya kajian keislaman di negeri itu khususnya Qu’ran dan Hadis yang disokong dengan disiplin keilmuan lain seperti teologi, sejarah, dan lain sebagainya.

    Adapun KH. M. Ikhsanuddin, MSI., menyoroti studi Qur’an dan Hadis di Indonesia. Beliau memulai paparannya dari kedatangan Islam ke bumi nusantara secara historis, kemudian mengupas beragam metode “mengaji” Qur’an yang berkembang di Indonesia, seperti Iqra’, Al-Baghdad, Al-Barqi, dan lain sebagainya.

    Terkait dengan kajian Qur’an dan Hadis yang ilmiah, beliau sangat mengapresiasi dengan hadirnya karya-karya tafsir dari intelektual dan sarjana muslim Indonesia. Beliau meramalkan bahwa kajian Qur’an dan Hadis di Indonesia akan sangat berkembang dan maju di masa depan. Konferensi internasional yang diadakan di IIQ An-Annur sebagai salah satu penandannya, demikian beliau menambahkan.

    Konferensi internasional tersebut berjalan sekitar tiga jam dan diakhiri dengan sesi penyerahan bingkisan pada para pemateri dan foto bersama.(Jabbar)