Tag: Seminar Nasional

  • IIQ An Nur Mengundang Habiburrahman El Syirazi dan Khilma Anis

    IIQ An Nur Mengundang Habiburrahman El Syirazi dan Khilma Anis

    IIQ An Nur – Bantul, 21 Juli 2020 IIQ An Nur mengadakan seminar nasional secara daring lewat aplikasi Zoom. Acara yang bertemakan “Santri Cum Penulis; Kreatif Menulis Sejak Di Pesantren” mengundang penulis kondang Habiburrahman El Syirazi dan Khilma Anis.

    Kedua penulis yang mempunyai latar belakang santri dan akrab dengan tradisi pesantren tersebut memberikan ceramah lebih kurang 120 menit yang dipandu oleh Khoirul Imam sebagai moderator.

    Acara yang diselenggarakan IIQ An Nur yang bekerja sama dengan Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) IIQ An Nur tersebut mempunyai harapan kepada para santri agar bisa termotivasi menjadi penulis.

    Webinar diikuti oleh 100 peserta aktif di aplikasi Zoom, peserta yang mengikuti tidak hanya dari lingkungan IIQ An Nur dan Pesantren An Nur tetapi juga dari berbagai santri dan mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia.

    “Menjadi santri itu sebenarnya sudah diajarkan literasi sejak dini, sebab di lembaga pesantren kita sudah mengenal tradisi maknani kitab” Ungkap Habiburrahman yang akrab dipanggil Kang Abiq. Ia juga menceritakan pengalaman pribadinya ketika masih mondok di pesantren Futuhiyyah Mranggen.

    Khilma Anis juga menjelaskan bahwa, kitab-kitab klasik yang dipelajari di pesantren mempunyai karakteristik dan sekaligus dapat membentuk karakter para santri agar mempunyai tradisi sanad keilmuan yang tepat dan benar. Karena itulah inspirasi dan ide-ide besar seharusnya dapat diambil dari tradisi keilmuan tersebut.

    Pada dasarnya tidak ada kendala yang besar bagi para santri untuk bisa menjadi penulis, namun biasanya karena kurang termotivasi saja untuk bisa dan mau menjadi penulis.

    “Harapan besar kami dari acara webinar ini adalah mengembalikan semangat para santri agar punya semangat literasi yang tinggi, sebagaimana yang sudah diajarkan di dalam tradisi pesantren” Jelas Arif Nuh Safri sebagai ketua panitia acara tersebut.

    Sebelum webinar berakhir, peserta diperkenankan untuk memberikan pertanyaan di kolom komentar kemudian dipilih oleh moderator untuk didiskusikan dan dijawab oleh narasumber. (qm/qm)

  • Fakultas Ushuluddin Gelar Seminar untuk Hidupkan Tradisi Akademisi

    Fakultas Ushuluddin Gelar Seminar untuk Hidupkan Tradisi Akademisi

    Fakultas Ushuluddin IIQ An-Nur Yogyakarta mengadakan Seminar Nasional dengan tema “Paradigma, Teori, dan Model-Model Riset Living Qur’an dan Hadis,” Selasa (27/2).
    Narasumber yang dihadirkan kali ini yaitu Ahmad Rofiq, MA., Ph. D., sebagai Dosen UIN Sunan Kalijaga dan Sihabul Millah, MA., salah satu dosen IIQ An-Nur. Moderatornya yakni Abdul Jabpar, M. Phil., yang juga berstatus sebagai dosen IIQ An-Nur Yogyakarta.
    Berkaitan dengan tema seminar, para dosen Fakultas Ushuluddin sebenarnya
    menganggap bahwa materi yang harus disampikan kali ini termasuk berat. Akan tetapi, hal ini justru membuat para audien sangat antusias untuk mengikuti acara tersebut. Antusiasme tersebut terbukti dari puluhan mahasiswa IIQ An-Nur dan beberapa mahasiswa UIN Sunan Kalijaga yang
    memenuhi ruangan auditorium IIQ An-Nur Yogyakarta.

    Foto diambil oleh Arif Setyawan

    Dalam sambutannya, H. Ikhsanuddin, M.SI, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin mengungkapkan bahwa kegiatan seminar umum ini adalah agenda rutin yang dilaksanakan setiap bulannya. Dengan maksud untuk menghidupkan tradisi akademis Fakultas Ushuluddin.
    “Kami ingin menghidupkan miliu Fakultas Ushuluddin. Oleh karena itu, kami
    mengadakan diskusi bulanan dengan mendatangkan narasumber dari dalam satu (Dosen IIQ) dan dari luar (selain IIQ) satu. Diskusi ini juga akan dilanjutkan pada bulan Maret. Sehingga akan menghidupkan tradisi akademisi Fakultas Ushuluddin,” ucap Ikhsan.

    Foto diambil oleh Arif Setyawan

    “Hijab seseorang untuk mendapatkan ilmu itu ada dua, yang pertama hijab khuluqi atau akhlak. Secara akhlak mahasiswa sini sudah tidak diragukan lagi. Karena setiap bertemu dengan dosen, mahasiswa pasti akan berjabat tangan. Kemudian yang kedua adalah hijab aqli, yakni penghalang berupa rasio yang bisa disingkap kemampuan berpikir yang bagus dan analisis, salah satunya melalui forum-forum diskusi,” tambahnya.
    Pada akhir sambutannya ia menegaskan bahwa, “Fakultas Ushuluddin akan lebih baik dan lebih bagus bukan karena saya atau dosen yang lainnya, tetapi karena milik bersama.
    Oleh karena itu, maju dan tidaknya Fakultas Ushuluddin tergantung kita bersama.” (FitriM/28/02/18)